TNI Diminta DPR Untuk terjun Tangani Penembakan Pekerja di Nduga
RakyatDigital. DPR meminta TNI diterjunkan untuk menangani kasus pembantaian 31 pekerja proyek jembatan di Kabupaten Nduga, Papua. Kasus ini disebut sudah termasuk terorisme.
"Saya meminta penegakan hukum dan kalau perlu terjunkan TNI jika dibutuhkan dan mendesak. Jangan ada sejengkal pun tanah Indonesia yang di bawah kendali gerakan separatisme dan melakukan kekejian terhadap rakyat Indonesia," ujar Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari dalam keterangan tertulis.
"Setiap jengkal tanah Republik ini haris aman dari setiap rongrongan kelompom macam ini," ia menambahkan.
Di sisi lain, Abdul berharap kejadian pembataian itu dapat membuka mata dunia agar lebih proporsional dalam melihat masalah di Papua. Sebab, ia melihat dunia internasional kurang objektif dalam melihat masalah di Papua.
"Dengan kejadian ini kami harap peran diplomasi terkait masalah Papua juga penting untuk diti glatlan. NKRI dan seluruh tanah air dari ujung timur sampai barat adalah wilayah kedulatan yang wajib dihormati semua negara.
Terpisah, anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi menilai pembantaian terhadap pekerja proyek di Papua itu sudah masuk kategori terorisme karena menimbulkan rasa takut yang sistemik.
"Dalam kasus ini, saya rasa TNI perlu ikut terlibat dalam upaya penanggulangan terorisme bersama Polri di Papua," ujar dia dalam pesan singkat.
Terlebih, kata Bobby, kondisi geografis Papua dikelilingi oleh pegunungan dan hutan lebat. Ia melihat divisi Infantri TNI yang saat ini memiliki teknik Jungle Warfare dapat berperan pengoptimalkan operasi.
Lebih dari itu, politisi Golkar ini menyarankan pembangunan jalan di Papua melibatkan Zeni TNI Angkatan Darat. Selain akan mempercepat pembangunan, ini juga terkait dengan biaya keamanan.
"Apabila TNI diikut sertakan, tentu akan efektif dan efisien. Dan sudah dibuktikan dalam pembangunan jalan sebelumnya," ujarnya.
Senada, Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil meminta ada pengawalan terhadap proyek-proyek strategis pemerintah untuk menghindari spekulasi potensi gangguan keamanan.
"Orang akan berspekulasi, 'ada apa ini?', apakah ini ada 'kelompok-kelompok tertentu', yang tidak mendapatkan gula pembangunan di sana dia mengganggu, atau memang ada murni bahwa itu adalah sebuah kelompok yang memang masih menuntut pemisahan mereka dari NKRI," katanya.
Terpisah, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah heran dengan kondisi sekelompok bersenjata yang bebas berkeliaran tanpa terdeteksi pihak intelijen.
"Selama ini kita merasa data keamanan yang disuplai aman-aman saja. Kejadian ini menghentak kita karena bayangkan saja kelompok bersenjata bisa mobilisasi bebas di Indonesia," cetusnya.
Menurut Fahri, perlindungan bagi masyarakat seharusnya diutamakan pemerintah. Ia meminta pemerintah mampu berkoordinasi dengan TNI-Polri untuk bisa menuntaskan kasus ini.
"Pemerintah harus bisa jelaskan kenapa orang bersenjata bisa menyergap orang yang lagi bekerja? Bagaimana sistem pengamanan? Kenapa operasi intelijen tidak bisa mendeteksi atau pantau pergerakan orang bersenjata?" kata Fahri.
Pembunuhan terhadap para pekerja proyek Istaka Karya terjadi pada hari Minggu 2 Desember 2018 di Kali Yigi dan Kali Aurak Distrik Yigi Kabupaten Nduga. Pembunuhan ini diduga dilakukan oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Awalnya, dilaporkan 24 pekerja tewas dibunuh KKB dan 10 lainnya berhasil melarikan diri. Pekerja yang melarikan diri itu diamankan tokoh masyarakat setempat namun belum dapat dipastikan perkembangan terbarunya akibat sulitnya komunikasi.
"Saya meminta penegakan hukum dan kalau perlu terjunkan TNI jika dibutuhkan dan mendesak. Jangan ada sejengkal pun tanah Indonesia yang di bawah kendali gerakan separatisme dan melakukan kekejian terhadap rakyat Indonesia," ujar Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari dalam keterangan tertulis.
"Setiap jengkal tanah Republik ini haris aman dari setiap rongrongan kelompom macam ini," ia menambahkan.
Di sisi lain, Abdul berharap kejadian pembataian itu dapat membuka mata dunia agar lebih proporsional dalam melihat masalah di Papua. Sebab, ia melihat dunia internasional kurang objektif dalam melihat masalah di Papua.
"Dengan kejadian ini kami harap peran diplomasi terkait masalah Papua juga penting untuk diti glatlan. NKRI dan seluruh tanah air dari ujung timur sampai barat adalah wilayah kedulatan yang wajib dihormati semua negara.
Terpisah, anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi menilai pembantaian terhadap pekerja proyek di Papua itu sudah masuk kategori terorisme karena menimbulkan rasa takut yang sistemik.
"Dalam kasus ini, saya rasa TNI perlu ikut terlibat dalam upaya penanggulangan terorisme bersama Polri di Papua," ujar dia dalam pesan singkat.
Terlebih, kata Bobby, kondisi geografis Papua dikelilingi oleh pegunungan dan hutan lebat. Ia melihat divisi Infantri TNI yang saat ini memiliki teknik Jungle Warfare dapat berperan pengoptimalkan operasi.
Lebih dari itu, politisi Golkar ini menyarankan pembangunan jalan di Papua melibatkan Zeni TNI Angkatan Darat. Selain akan mempercepat pembangunan, ini juga terkait dengan biaya keamanan.
"Apabila TNI diikut sertakan, tentu akan efektif dan efisien. Dan sudah dibuktikan dalam pembangunan jalan sebelumnya," ujarnya.
Senada, Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil meminta ada pengawalan terhadap proyek-proyek strategis pemerintah untuk menghindari spekulasi potensi gangguan keamanan.
"Orang akan berspekulasi, 'ada apa ini?', apakah ini ada 'kelompok-kelompok tertentu', yang tidak mendapatkan gula pembangunan di sana dia mengganggu, atau memang ada murni bahwa itu adalah sebuah kelompok yang memang masih menuntut pemisahan mereka dari NKRI," katanya.
Terpisah, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah heran dengan kondisi sekelompok bersenjata yang bebas berkeliaran tanpa terdeteksi pihak intelijen.
"Selama ini kita merasa data keamanan yang disuplai aman-aman saja. Kejadian ini menghentak kita karena bayangkan saja kelompok bersenjata bisa mobilisasi bebas di Indonesia," cetusnya.
Menurut Fahri, perlindungan bagi masyarakat seharusnya diutamakan pemerintah. Ia meminta pemerintah mampu berkoordinasi dengan TNI-Polri untuk bisa menuntaskan kasus ini.
"Pemerintah harus bisa jelaskan kenapa orang bersenjata bisa menyergap orang yang lagi bekerja? Bagaimana sistem pengamanan? Kenapa operasi intelijen tidak bisa mendeteksi atau pantau pergerakan orang bersenjata?" kata Fahri.
Pembunuhan terhadap para pekerja proyek Istaka Karya terjadi pada hari Minggu 2 Desember 2018 di Kali Yigi dan Kali Aurak Distrik Yigi Kabupaten Nduga. Pembunuhan ini diduga dilakukan oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Awalnya, dilaporkan 24 pekerja tewas dibunuh KKB dan 10 lainnya berhasil melarikan diri. Pekerja yang melarikan diri itu diamankan tokoh masyarakat setempat namun belum dapat dipastikan perkembangan terbarunya akibat sulitnya komunikasi.
Komentar
Posting Komentar